Pelecehan Seksual di Tempat Kerja
Oleh : Johanes Papu
Jakarta, 2 Oktober 2002
Karena pelecehan seksual pelatih
renang top disidang. Demikian judul berita yang dimuat dalam detiksport.com
tanggal 25 Juli 2002 yang lalu. Menurut berita tersebut pelatih renang
yang dimaksud adalah salah seorang pelatih renang paling top di Australia. Ia
diduga melakukan tindakan cabul terhadap murid-muridnya dan diancam dengan
hukuman penjara paling lama 10 tahun.
Di Indonesia, kasus-kasus yang
menyangkut pelecehan seksual (baik di perusahaan maupun di rumah tangga) memang
sudah mulai banyak yang dilaporkan ke pihak yang berwajib atau diekspose oleh
media massa. Salah satu kasus pelecehan seksual di tempat kerja yang baru-baru
ini cukup menghebohkan adalah kasus terbongkarnya gambar hasil rekaman seorang
pengusaha Warnet di kota Pati (Jawa Tengah) yang mengharuskan karyawannya mandi
di kantor, lalu ia merekam kegiatan tersebut melalui sebuah kamera di kamar
mandi tersebut dan menghubungkannya ke komputer di meja kerjanya. Pengusaha
warnet tersebut juga membuat kuestioner yang isinya cenderung berkonotasi
seksual, misalnya: apakah reaksi anda jika dicium oleh bos anda? Diam saja,
ganti membalas, atau dianggap biasa. Ia juga membuat aturan yang cenderung aneh
seperti kewajiban mandi di kantor pada jam tertentu, tidak boleh memakai kain
panjang atau celana panjang, dsb. (Tabloid Nova, 16 September 2002).
Selain
itu kasus pelecehan seksual yang pernah mendapatkan tanggapan serius dari
berbagai pihak adalah kasus pelecehan seksual yang terjadi di sebuah perusahaan
pertambangan emas (PT. KEM) di Kalimantan Timur pada tahun 2000 yang lalu.
Kasus tersebut terungkap dari sebuah laporan rahasia yang disusun oleh sebuah
tim yang terdiri dari perwakilan pegawai perusahaan serta masyarakat dan
diketuai oleh seorang anggota Komnas HAM Indonesia, yang kemudian bocor ke
sebuah surat kabar Australia pada bulan Juni 2000. Dalam laporan
tersebut disebutkan bahwa sejumlah pekerja tambang bertanggungjawab untuk 16
kasus pelecehan seksual - kebanyakan melibatkan gadis-gadis dibawah umur 16
tahun - selama 10 tahun dari 1987 sampai 1997. Umumnya para gadis tersebut
tidak dapat menolak karena mendapat ancaman akan dipecat dari pekerjaan mereka.
(Australian Financial Review, 3o June 2000).
Definisi
Tiga kasus yang disebutkan diatas
merupakan gambaran bahwa pelecehan seksual sungguh-sungguh ada dan terjadi
dalam dunia kerja. Meskipun di Indonesia kasus-kasus pelecehan seksual yang
dilaporkan kepada pihak berwajib masih sedikit, namun hal itu tidaklah berarti
bahwa pelecehan seksual yang dialami oleh para pekerja atau pegawai
perusahaan-perusahaan di Indonesia lebih sedikit jika dibandingkan dengan di
negara-negara lain. Permasalahannya adalah bahwa para pekerja kita masih enggan
melaporkan hal tersebut dengan berbagai alasan, termasuk adanya mitos yang
mengatakan bahwa pelecehan seksual merupakan suatu yang biasa terjadi kantor
dan tidak perlu dibesar-besarkan. Selain itu perangkat hukum kita yang mengatur
hal tersebut secara khusus dan rinci juga belum maksimal. Selama ini pelaku
hanya bisa dijerat dengan beberapa pasal dalam KHUP: 1) pencabulan (pasal
289-296); 2) penghubungan pencabulan (pasal 295-298 dan pasal 506);
persetubuhan dengan wanita di bawah umur (pasal 286-288). Padahal dalam
kenyataan, apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual mungkin belum masuk dalam
kategori yang dimaksud dalam pasaal-pasal tersebut. Jika kita
memperbandingkan dengan aturan hukum tentang pelecehan seksual di USA yang
tertuang dalam Title VII of the Federal Civil Rights Act tahun 1964 yang
telah diamandemen oleh kongres pada tahun 1991, maka kita dapat melihat
betapa hukum disana telah mengatur secara rinci tentang apa yang dimaksud
dengan pelecehan seksual berikut sanksi hukum yang berlaku bagi para pelakunya.
Dengan aturan hukum yang jelas dan rinci tersebut maka akan sangat memudahkan
korban untuk melaporkan hal-hal apa saja yang dianggap sebagai pelecehan
seksual.
Pemahaman
tentang pelecehan seksual memang sudah seharusnya diatur secara rinci. Hal ini
amat berguna sebagai bahan pembuktian di pengadilan jika ada korban yang
melaporkan. Oleh karena itu amatlah penting untuk membuat definisi tentang apa
sebenarnya yang dimaksud dengan pelecehan seksual tersebut.
Secara
umum yang dimaksud dengan pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku
yang berkonotasi atau mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara
sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga
menimbulkan reaksi negatif seperti malu, marah, benci, tersinggung, dan
sebagainya pada diri individu yang menjadi korban pelecehan tersebut.
Rentang pelecehan seksual ini sangat luas, yakni meliputi: main mata, siulan
nakal, komentar berkonotasi seks atau gender, humor porno, cubitan, colekan,
tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat
yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan
melakukan hubungan seksual hingga perkosaan. Pelecehan seksual bisa terjadi
dimana saja dan kapan saja. Meskipun pada umumnya para korban pelecehan seksual
adalah kaum wanita, namun hal ini tidak berarti bahwa kaum pria kebal (tidak
pernah mengalami) terhadap pelecehan seksual (masih ingat film Disclosure
dimana si pria menjadi korban?).
Dari
definisi umum tersebut maka pelecehan seksual di tempat kerja dapat diartikan
sebagai segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan
secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran, dan
penolakan atau penerimaan korban atas perilaku tersebut dijadikan sebagai bahan
pertimbangan baik secara implisit maupun ekplisit dalam membuat keputusan
menyangkut karir atau pekerjaannya, mengganggu ketenangan bekerja,
mengintimidasi, dan menciptakan lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak
nyaman bagi si korban. Pelecehan seksual di tempat kerja juga termasuk
melakukan diskriminasi gender dalam hal promosi, gaji atau pemberian tugas dan
tanggungjawab.
Dari
definisi tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa ciri utama yang membedakan
tindakan "suka sama suka" dengan apa yang disebut sebagai pelecehan
seksual di tempat kerja adalah:
- tidak dikehendaki oleh individu
yang menjadi sasaran,
- seringkali dilakukan dengan disertai janji, iming-iming
atau pun ancaman,
- tanggapan (menolak atau menerima) terhadap tindakan
sepihak tersebut dijadikan pertimbangan dalam penentuan karir atau
pekerjaan,
- dampak dari tindakan sepihak tersebut menimbulkan
berbagai gejolak psikologis, diantaranya: malu, marah, benci, dendam, hilangnya
rasa aman dan nyaman dalam bekerja, dsb.
Mitos
dan Fakta
Meski kasus pelecehan seksual sudah
seringkali diekpose oleh media massa, namun dalam masyarakat kita masih banyak
yang belum sepenuhnya menyadari bahwa mereka sebenarnya telah menjadi korban
pelecehan seksual atau menganggap masalah ini sebagai sesuatu yang serius untuk
ditanggapi. Dalam banyak kasus, banyak para korban yang memilih diam dan
menganggap biasa perlakuan yang diterima dari atasan ataupun rekan kerja.
Contoh: meski tidak senang dan merasa risih ketika mendengarkan lelucon porno
atau komentar negatif tentang gender dari rekan kerja atau atasan (biasanya
oleh kaum pria), banyak pekerja (baca: wanita) yang memilih diam saja atau
bahkan berusaha menyenangi lelucon tersebut meskipun tidak sesuai hati nurani.
Hal ini seringkali dianggap oleh si pembuat lelucon tersebut sebagai suatu
persetujuan, sehingga ia dengan tanpa ragu pasti akan mengulangi perilakunya
tersebut. Selain itu dalam masyarakat masih amat sering kita jumpai
orang-orang yang melakukan tindakan-tindakan seperti bersiul nakal, mencolek,
menyentuh atau menepuk bagian tubuh tertentu dari orang lain, meski orang
tersebut (korban) tidak suka namun kasus seperti ini jarang sekali
dipermasalahkan, bahkan dianggap sebagai suatu hal yang sudah biasa dan selesai
dengan sendirinya tanpa penyelesaian hukum.
Perilaku-perilaku
tersebut diatas mungkin hanya sebagain dari beberapa cerminan sikap salah
kaprah dalam memahami terjadinya pelecehan seksual. Salah kaprah inilah yang
mendasari kurangnya pemahaman masyarakat tentang hal-hal yang dianggap
sebagai pelecehan seksual, meski fakta menunjukkan berbagai dampak negatif dari
perilaku pelecehan seksual tersebut. Beberapa mitos dan fakta tentang pelecehan
seksual, diantaranya adalah sebagai berikut:
MITOS
|
FAKTA
|
·
pelecehan
seksual bukanlah suatu hal yang besar - hal itu hanya cara alami bagaimana
wanita dan pria mengungkapkan rasa sayang antara satu dengan lainnya
·
pelecehan
seksual akan berhenti jika si korban tidak menghiraukannya
·
kebanyakan
orang menyukai bentuk perhatian seksual di tempat kerja. Godaan dan
rayuan membuat bekerja menjadi menyenangkan
·
Jika
wanita (korban) berani berkata "tidak", maka pelecehan akan
berhenti
·
pelecehan
seksual tidak membahayakan. Orang yang menolak hal tersebut adalah individu
yang tidak memiliki selera humor atau tidak tahu bagaimana menerima pujian
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar